Studi Kasus: Masalah di PT. Rajawali Citra Kencana

Tantangan yang dihadapi oleh kebanyakan perusahaan adalah bagaimana mengalokasikan biaya overhead grup kepada masing-masing profit center secara adil. Grup memiliki biaya langsung dan tidak langsung yang menjadi biaya overhead yang harus dialokasikan ke profit center di setiap divisi. Biaya overhead group mencakup biaya administrasi keuangan dan gedung, biaya SDM grup, biaya pemasaran grup, biaya managing director grup, dan biaya managing director divisi-divisi. Semua biaya ini merupakan 50% dari overhead keseluruhan. Selain itu, masih ada biaya overhead dari biaya tidak langsung, seperti biaya sewa gedung, biaya penerangan, telepon, peralatan kantor, dan biaya operasional langsung.

Pendekatan ini mendorong para manajer profit center untuk mengkaji kembali laba yang dibuatnya dengan mempertimbangkan biaya overhead grup yang harus ditanggung. Program imbal jasa dan penghargaan mereka didasarkan pada pencapaian target laba yang dibuat setelah menanggung overhead Grup.

Hasil gambar untuk penerapan poacDirektur Pemasaran Grup harus mengukur kontribusinya dan pendapatan yang akan diperolehan dari anggaran promosi Pemasaran Grup. Pertanyaan yang sama muncul terhadap fungsi Keuangan Grup dan fungsi SDM Grup. Kombinasi check and balance, bersama dengan transparansi proses, merupakan bagian dari program pengembangan talenta. Manajer pada profit center yang ambisius, akan termotivasi untuk menunjukkan kemampuannya menghasilkan laba yang tinggi, terus mengawasi pengeluaran yang tidak memberi kontribusi nyata pada laba atau yang mengganggu kemampuannya menghasilkan laba yang ditargetkan.

Salah satu komentator eksternal berpendapat bahwa perusahaan tersebut seperti perahu yang “dapat pergi ke mana saja untuk mendapatkan uang tanpa membawa beban.”

Tantangan serius yang kedua adalah untuk menemukan keseimbangan antara mental ‘robber baron’ dengan etos ‘good for the Group‘.

Inti dari tantangan ini adalah aspek tersembunyi lain dari strategi manajemen talenta, yaitu mendapatkan dan mengembangkan karyawan yang berkinerja tinggi.

Pada level profit center, manajer pusat laba berupaya menarik dan mempertahankan orang-orang yang memiliki kemampuan tinggi untuk menghasilkan laba. Semangat tim yang kuat ditumbuhkan dan dikembangkan, dan jika tim berhasil mencapai target, semangat kerja menjadi tinggi dan etos kerja berkembang.

Meskipun semangat dan etos kerja ini diharapkan, ada juga sisi negatifnya. Salah satunya adalah ‘nuansa perang’ di mana unit laba yang satu dengan yang lain akan berkompetisi dalam bisnis yang sama. Seringkali, hal ini membuat pelanggan menjadi bingung (karena diperebutkan oleh profit center-profit center) dan menjadi kelemahan Grup secara keseluruhan.

Secara teori, salah satu peran Managing Director Divisi adalah mengarbitrase persaingan antar pusat laba, dan memutuskan batas-batas wilayah masing-masing unit laba. Masalah klasiknya adalah prospek atau pelanggan yang beroperasi di suatu wilayah, tetapi memiliki unit-unit di wilayah lain yang menjadi ‘wilayah kekuasaan’ dari pusat-pusat laba yang berbeda-beda dari Grup.

Dampak negatif kedua adalah tumbuhnya sikap ‘kerajaan saya’ yang menjadikan sumber daya pada pusat laba bersifat eksklusif, tidak boleh digunakan oleh pusat laba atau bagian lain. Masalah muncul ketika suatu unit laba kapasitasnya sedang ‘berlebih’, sementara pusat laba lain sedang ‘kekurangan’. Memang ini merupakan bagian dari siklus bisnis, tetapi sangat mengganggu kinerja bisnis Grup secara keseluruhan apabila antar pusat laba tidak dapat berbagi sumber daya. Kondisi ini diatasi dengan model pembebanan antar unit.

Semua isu ini menjadi bagian dari bahan budaya perusahaan dan konsep yang mendasarinya membentuk bagian yang penting proses induksi bagi karyawan baru. Etos untuk fokus pada pencapaian laba perusahaan ini merupakan unsur integral dalam struktur organisasi yang tercermin dan didukung oleh etos fokus laba.

Masalah utamanya adalah komunikasi strategi sebagai falsafah operasional. Hal ini dipecahkan melalui kombinasi struktur, proses dan pengembangan diri. Cara bagaimana menangani masalah tersebut dijelaskan di bawah ini.

Solusi:

4-28-2015-5-06-53-pm-575d92e92ab0bd0c0b7ab0faDari kasus diatas, saya berpendapat bahwa solusi yang baik adalah pengembangan di sektor karyawan perusahaan tersebut. Bagi karyawan yang baru direkrut sebaiknya diberi pelatihan teknis sebelum mereka diberi tanggung jawab. Ketika masa pelatihan harus dapat dipastikan mereka dapat mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin sehingga dapat meminimalisasi kesalahan dan kerugian bagi perusahaan. Apabila mereka sudah dianggap sanggup bertanggung jawab, saat itulah pimpinan dapat menguji mereka dengan memberi tugas yang lebih berbobot. Mereka berhak mendapat keistimewaan itu setelah mendapat pelatihan. Selain itu, hal tersebut juga dapat mengembangkan diri mereka kearah yang lebih maju. Jika mereka telah menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik, barulah pimpinan dapat memberi mereka tanggung jawab yang lebih eksekutif. Pelatihan teknis sebelum memulai bekerja sangat penting untuk dapat memastikan apakah para karyawan bisa menghasilkan laba bagi perusahaan atau tidak. Tidak kalah penting juga, pelatihan semacam itu untuk membekali karyawan dengan pengetahuan yang intelektual yang tentu saja bisa memberi nilai plus bagi klien perusahaan.

sumber: http://debbysriayulestari.blogspot.co.id/2016/01/tugas-ke-3-poac.html

Leave a comment